Kami adalah sepasang suami istri yang telah menikah selama hampir 2
tahun dan belum mempunyai anak. Istriku, Lena, berusia 25 tahun, cukup
seksi dan manis dengan kulit kuning langsat dan sebuah lesung pipit yang
menghiasi pipi kanannya. Lena cukup tinggi untuk ukuran orang Asia,
dengan tinggi 168 cm dan berat 48 kg membentuk tubuhnya yang 34C-25-34.
Sedangkan aku sendiri bernama Ara, 30 tahun, 185 cm – 80kg. Kulitku
sedikit gelap akibat hobi golfku yang sedikit agak kelewatan. Orang
bilang tubuhku atletis padahal aku malas berolah raga. Paling hanya golf
saja, atau kadang-kadang renang.
Istriku bekerja di salah satu
perusahaan multi nasional di Jakarta dan mempunyai karir yang cukup
baik, sedangkan aku sendiri lumayan sukses berwiraswasta sebagai
kontraktor jalan dan bangunan. Secara ekonomi dapat dikatakan kami
berkecukupan, apalagi kami tidak ada tanggungan, baik saudara maupun
orangtua. Mungkin itulah yang menyebabkan kami hobi “dugem” setiap malam
minggu sekedar untuk melepas lelah pikiran dan kejenuhan hidup di
Jakarta.
Namun di malam minggu itu
ada sesuatu yang lain yang mengubah hidup kami. Di malam itu, sengaja
atau tidak, untuk pertama kalinya istriku berselingkuh di depan mataku.
Dan aku membiarkannya. Begini awal ceritanya..
“Ra, ayo dong.. Kok
dandannya lama amat?!” Lena, istriku, berteriak dari lantai bawah rumah
kami. Aku yang memang sedang mematut diri di depan kaca tersenyum
mendengarnya, lalu membalas..
“Iya, sabar sayang, sebentar lagi!”
5
menit kemudian aku turun dan mendapatinya sedang cemberut di sofa ruang
tengah kami. Lena tampak sangat “cute” dengan terusan tipis berdada
agak terlalu terbuka berwarna merah marun, sedikit di atas lutut dan
tanpa lengan. Sepatu hak 7 cm dengan warna senada menambah keserasian
dan keseksiannya. Dengan polesan make-up sederhana, ia tampak manis.
Sepertinya ia tidak mengenakan bra.
“Let’s go, babe.. Senyum dong. Kan mau seneng-seneng?” demikian aku membujuknya sambil kugamit lengannya yang mulus dan halus.
“Hh.. BT nih nungguin kamu! Cium dulu, kalo nggak aku ngambek..!” Lena
memonyongkan bibirnya lucu. Aku tersenyum, dan kucium pipinya lembut.
“Cup! Tuh, udah dicium. Jangan ngambek lagi dong. Yuk, kita berangkat”. Sedikit kutarik lagi lengannya.
“Hei.. Di bibir. Masa di pipi? Dasar deh, nggak romantis!” Lena makin
cemberut dan membuang muka, pura-pura ngambek. Maka kupegang dagunya,
dan kutolehkan wajahnya ke wajahku, lalu kukecup bibirnya yang tipis
itu. Tak dinyana, Lena melakukan “french kiss” yang membuat penisku agak
mengeras.
“Hihihi.. Kok jadi sesak gitu, celananya? Payah deh, gitu
aja napsu”. Lena cekikikan sambil tangannya mengelus ringan depan
celanaku. Penisku jadi makin keras. Tapi cepat kutampik hal itu karena
memang kita sudah harus berangkat. Jam sudah menunjukkan pk. 11:30
malam.
“Namanya juga lelaki.. Hehe. Yuk, ah. Udah malem nih, nggak
enak nanti ditungguin teman-teman”. Aku menggamitnya sekali lagi dan
kali ini Lena menurut. Berangkat juga kami akhirnya.
*****
Setibanya
kami di sebuah Nite Club berlantai dua di bilangan Kuningan, waktu
telah menunjukkan lewat tengah malam. Langsung saja kami menuju lantai 2
yang menawarkan musik bernuansa pop-jazz yang ringan dan mudah
dinikmati. Dari salah satu pojokan, seorang sahabat Lena, Poppy,
melambaikan tangannya memanggil kami dan bereriak agak keras, berusaha
mengatasi suara hingar-bingar band yang sedang beraksi.
“Yuhuu!!
Sini, sini!! Ya amplop.. Malem banget sih kalian?? Kita-kita udah pada
mau pulang nih!” Poppy meledek kami sambil pura-pura menenteng tasnya
dan berjalan pergi.
“Kalau jam segini udah mau pulang, kenapa loe
nggak nonton bioskop aja, Neng? Ati-ati ya di jalan..” demikian sergah
Lena. Aku cengar-cengir saja memperhatikan mereka.
Kulihat “gank”
kami yang biasa sudah kumpul semua. Pertama ada Poppy dan pacarnya
(seorang keturunan Chinese yang cukup ganteng bernama Benny). Mereka
masih menunggu restu orang tua untuk menikah karena, maklum, berbeda
suku/keturunan. Poppy adalah seorang gadis Sunda yang entah mengapa
mirip keturunan indo. Lalu yang sedang menyalakan cerutu kesukaannya
adalah sahabat kentalku Reno dan istrinya yang seorang model, Carol,
yang malam itu.. Hmm.. Luar biasa dengan rok mini dari bahan kulit warna
coklat tua, yang memperlihatkan hampir seluruh paha mulusnya, dipadukan
dengan blouse ketat berlengan 3/4 warna putih dan cukup tipis. Ditambah
dengan sepatu hak tingginya membuatku menelan ludah.
“Hi, guys.
Sorry kemaleman. Abis gue dandannya lama sih. Takut Carol nggak naksir
lagi, nanti. Anyway, Ren, bisa teler gue nyium bau cerutu loe, jeg!”
Aku
ngomong sekenanya sambil tertawa. Carol senyam-senyum (GR kali) dan
Reno pura-pura pingsan sambil memeletkan lidahnya, sambil jari tengahnya
diacungkan ke arahku.
“Emang nih, genit deh Si Ara.” Lena berkata
seakan setuju dengan ekspresi Reno sambil mencibir ke arahku dan tangan
kirinya menjewer telinga kananku keras-keras. Aaww!
Kulihat lagi
duduk-duduk santai di sebelah Poppy, sambil merokok, jelalatan dengan
jakun yang turun-naik karena memolototi makhluk-makhluk feminin yang
berpenampilan “minimalis” alias 2/3 telanjang, dua bujang lapuk
kawan-kawanku sejak SMA, Gary dan Eddy. Mereka tidak pernah membawa
pasangan kalau lagi di Club.
“Ngapain kita bawa makanan kalau mau
ke buffet?” demikian celetuk Eddy suatu waktu yang lalu saat kutanyakan
alasannya. Benar juga, pikirku waktu itu. Hehehe.
“Jangan sampai
gitu dong, prens.. Nanti bajunya pada lepas semua!” sambil terbahak
Benny mendorong Gary agak keras sampai-sampai Eddy yang duduk
disebelahnya ikut terdorong. Mata Benny yang agak sipit sampai tinggal
segaris.. Eh, dua garis deh.
“Sial, loe, Ben. Minuman gue ampir
tumpah! Gue guyur loe, ye!” Eddy mencak-mencak sambil berlagak mau
menyiram Benny dengan segelas XO nya yang baru sedikit dicicipi.
“Sini, guyur ke dalam mulut gue. Hehehe.” Benny mangap-mangap persis
ikan koki. Kocak sekali wajahnya. Lena dan Poppy sampai tertawa keras
sekali. Gary balas mendorong Benny sambil menjitaknya pelan.
Begitulah,
kami berdelapan memang sangat akrab satu dengan yang lainnya, jadi
memang seru kalau sudah ngumpul semua begini. Rata-rata sudah sekitar
5-10 tahun kami berteman. Ada yang dari SMA seperti aku, Gary dan Eddy,
ada yang dari kuliah dan ada yang dari teman sekantor, seperti Poppy dan
Lena, dan Reno & Eddy. Dari pertemanan seperti itulah kami bertemu,
merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya, dan lalu bersahabat
seperti sekarang.
“Gini, gini..” Gary tiba-tiba angkat bicara dengan logat betawinya yang khas.
“Gue ade usul, dijamin seru. Tapi kagak ada yang boleh marah atawa
tersinggung. Gimane, broer and sus?” Teman kita yang satu ini memang
segudang idenya. Ada yang waras tapi lebih banyak yang aneh bin ajaib
alias norak.
“Usul ape loe, Bang? Jangan kayak nyang kemaren ye.. Bikin gue malu abis. Sompret loe!” Eddy nggak mau kalah betawi.
Beberapa
minggu yang lalu memang Gary mengajak main “truth or dare” yang
mengakibatkan Eddy lari keliling lapangan parkir salah satu restoran di
bilangan Kemang dengan hanya bercelana dalam. Kakinya yang kurus dan
tanpa bulu itu benar-benar pas buat diteriaki oleh para pengunjung yang
lain, “Wow, seksi bener nih.. Tapi kok jenggotan ya??” Hobi temanku yang
satu ini memang memelihara jenggot sejak SMA, dan cukup lebat pula.
“Diem
dulu loe. Lagian ini buat para cewek-cewek. Loe kan kakinya doang yang
wanita, sisanya waria..” sambaran maut Gary yang demikian membuat Eddy
mati kutu.
“Jadi..” lanjut Gary, “Setuju nggak?”
Kami saling
berpandangan. Aku sendiri agak was-was kalau Gary yang memberi usul,
karena biasanya diperlukan keberanian extra untuk “bermain” dengannya.
“Apa
dulu idenya?” Lena dan Poppy bicara hampir bersamaan. Sedangkan Carol
malah cuek, asik mengepulkan asap berbentuk bulatan-bulatan dari
mulutnya. Mulai suka bercerutu ria juga, dia ternyata. Reno juga agak
cuek sambil memeluk pinggang istrinya tersebut dengan mesra sambil
menciumi tengkuk Carol yang jenjang. Sialan, pikirku. Si Reno hoki bener
bisa dapet bini kayak bidadari begitu. Aku tahu Lena juga cantik, tapi
yah, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau!
“Loe pade lihat itu segerombolan cowok-cowok yang di meja seberang?” Gary menyorongkan dagunya ke arah yang dimaksud.
“Yang dari tadi gue perhatiin pada jelalatan ngeliatin penyanyi cewek
yang pantatnya bohai itu.. Lihat kan?” lanjutnya antusias.
“Oh itu.
Mau ngapain, Gar? Loe mau suruh bini gue ke sono, terus nabokin
satu-satu? Hehehe..” Si Benny nyerocos nggak jelas. Apa dia mulai mabok?
Padahal cuma minum ice lemon tea doang.
“Loe juga.. Diem dulu dong, broer.” Gary mulai agak kesal.
“Gue lihat mereka udah pada horny semua gara-gara ngeliatin pantat
cewek penyanyi itu. Tuh, lihat sampe mau megang segala. Ck ck ck..”
Memang kulihat mereka duduk sangat dekat dengan panggung, jadi mungkin saja.
“Let’s play a game. I call it, ‘Seduce or be seduced’ game.” Wah, mulai coro Inggris, Si Gary. Gawat nih, pikirku.
“You go there, pick one or two or more guys, whatever, and then dance
with him. Try to seduce him while dancing. If we see and decide that
you’re the one who got seduced, then you loose and you must buy all of
us here a round of drinks.” Waduh bagus juga Inggrisnya bocah ini
ternyata, lho.
“Nyang ber-alkohol, ye!” Yah, jadi betawi lagi dia.
Sambil ngomong gitu, dia melirik ke arah Benny yang masih asik dengan
ice lemon tea nya sambil nyengir jahat.
“Reseh loe, kunyuk!” Merasa disindir, Benny nyolot.
“Gue lagi mau menjauhi minuman keras nih. Supaya “itu” gue bisa lebih keras. Huahahaha!”
Kami
semua sampai kaget denger kerasnya tawa Benny. Orang satu ini memang
dulunya jagoan minum, tapi belakangan, entah mengapa kegemarannya itu
hilang tiba-tiba. Mungkin mau mengambil hati orang tua Poppy.
“Udah keras banget kok, Yang..” Poppy menggelendot manja di bahu Benny sambil memberikan ekspresi horny.
“Berasaa banget..” katanya lagi. Ya ampun..
“Eh, Gar.. Loe mau jadiin bini gue perek, apa?” kataku sedikit ketus.
Sebenarnya aku deg-degan juga kalau-kalau Lena tertarik sama ide gila
ini.
“Kalau bini gue digrepe-grepe orang, gue keberatan nih.” kataku
lagi. Sebenarnya aku sengaja supaya Lena makin tertantang. Kukedipkan
mataku ke arah Gary, dan langsung dia paham. Dihisapnya rokoknya
dalam-dalam tanda mengerti akan maksudku.
“Tenang, Ra. This is just a game. Belum tentu juga ada yang mau sama bini loe.” tandas Gary.
That’s done it. Mata Lena langsung melotot ke arah Gary dan berdiri.
“Eh,
denger ya, Bang betawi.. Lelaki yang nggak suka sama gue pastilah
hombreng atau buta atau yang masih bayi. Ya nggak, Pop? Rol, Carol..
Jangan nyerutu doang dong dikau.” Lena menyerang membabi-buta. Tercium
bau alcohol dari mulut istriku.. Hmm pasti seru nih. Lena akan sangat
nekat kalau sudah fly.
“Iya nih, Si Abang. Tega nian kau berkata demikian kepada kawanku yang bohay ini..” Poppy mulai teler juga kayaknya.
“Carol.. Say something, sexy..” sambil ngomong gitu Poppy mengelus-elus
paha kiri Carol yang terpampang mulus diseberangnya. Darahku berdesir
melihatnya.
“Wah, mulai ada ‘live show’ nih. Asiikk..” Eddy
tiba-tiba nimbrung sambil melihat ke arah Poppy dan Carol. Padahal
sepertinya dia tadi lagi asik ngobrol sama seorang cewek ABG yang duduk
di meja sebelah kami.
“Iihh, Poppy.. Ntar gue basah nih loe
elus-elus gitu..” kata Carol sambil menjilat bibir sexynya dengan gaya
horny yang dibuat-buat. Gila, pikirku. Bisa ngaceng berat nih gue.
“Gue rasa semua cowok di sini bakalan horny sama Lena, tapi apakah
Lenanya berani?? Hmm?? Berani nggak, sayang?” Yah, Poppy malah nambah
manas-manasin Lena.
Lena memandang sebentar ke arah Poppy yang
langsung asik lagi dengan cerutu dan ciuman-ciuman kecil suaminya di
tengkuk dan lehernya. Tanpa berkata apapun, berjalanlah dia menghampiri
meja seberang yang penuh cowok-cowok horny. Ada 6 orang jumlahnya. This
is one bad combination.. Satu cewek cantik nan seksi setengah mabuk yang
merasa ditantang, dan sejumlah cowok-cowok keren yang sudah sangat
horny. Very bad.
Setiba di meja seberang, Lena langsung pasang
aksi. Aku dan teman-temanku memperhatikannya dengan sedikit tegang.
Mula-mula kulihat dia berbicara dengan salah seorang dari mereka sambil
bergaya agak genit namun tetap anggun. Tak berapa lama kemudian,
turunlah mereka ke lantai dansa sambil bergandengan tangan. Lelaki itu
berpostur sedikit lebih pendek dariku, tapi sangat atletis. I think he’s
a gym rat. Kekar sekali, mungkin ada keturunan Arabnya.
“Damn, beneran Si Lena. Are you OK, buddy?” Reno bertanya setengah berbisik kepadaku.
“Fine. Gue mau lihat ini arahnya kemana. Tenang aja dulu, man.” Ujarku ke Reno.
“Wah, mulai ngegrepe tuh orang.” Tangan lelaki itu kuperhatikan mulai
mengelus lengan atas istriku yang terbuka. Terus dielus-elusnya, lalu
mulai turun ke pinggang dan berhenti di sana.
Saat dipegang
pinggangnya, Lena berjoget dengan seksi sambil mengangkat kedua
lengannya sambil meliuk-liukan pinggulnya mengikuti irama musik
pop-jazz. Liukan pinggulnya yang seksi, ditambah dengan ekspresi
wajahnya, sungguh dapat membuat lelaki manapun terangsang. Lalu wajahnya
sedikit didekatkan ke wajah Si lelaki sambil tersenyum kecil. Jemari
kirinya mengelus wajah lelaki itu yang tampak macho dengan brewok
tipisnya. Diperlakukan demikian, Si lelaki mulai berani, lalu tangan
kanannya bergerak pelan ke arah pantat istriku yang padat seksi itu.
Mulai dielusnya pelan pantat istriku, dan air mukanya sedikit berubah
karena didapatinya istriku memakai G-string.
Kulihat ia berbisik
sesuatu kepada istriku, lalu istriku tertawa menengadah sambil tangannya
perlahan turun merangkul leher lelaki tersebut. Terlihat begitu
mesranya, sehingga bagi orang-orang yang tidak tahu pasti mengira mereka
adalah pasangan yang sedang jatuh cinta. Istriku lalu balas berbisik
kepadanya, dan.. Hei! Lelaki itu mendekap pantat istriku dengan kuat
sehingga dari pinggang ke bawah tubuh mereka menempel erat.
Keduanya
lalu bergoyang erotis sambil meliuk-liukan pinggul mereka. Lena,
istriku yang cantik, tampak semakin seksi dengan gerakan-gerakan itu.
Kulihat semua teman-temanku menelan ludah, baik yang pria maupun yang
wanita. Termasuk Carol, yang sudah hilang konsentrasi pada cerutunya
itu.
“Gila, gue jadi horny ngeliat bini lu sama tuh cowok.” begitu
celetuk Poppy. Kuperhatikan wajahnya memerah dan dadanya naik turun.
Mungkin benar, napsunya naik. Kuakui, aku pun demikian.
“Iya nih.
Hebat! Gue akuin deh bini lu, broer!” jakun Gary naik-turun. Aku
tersenyum saja sambil pura-pura tidak begitu peduli dan menyalakan
rokokku. Entah yang keberapa batang.
Gerakan yang memutar itu
kemudian berganti. Lena dengan antusias tampak menggosok-gosokkan
selangkangannya ke selangkangan lelaki itu, naik-turun, sambil merangkul
erat lehernya. Sang lelaki tak mau kalah, mulai menciumi leher mulus
istriku perlahan dari atas sampai ke dekat belahan dadanya yang montok,
dan sebaliknya..
Begitu terus beberapa saat. Jelas terlihat dari
wajah mereka bahwa birahi keduanya sudah memuncak. Tangan kanan Lena
terlihat turun ke pantat Si lelaki dan meremas-remasnya kuat. Begitu
pula tangan lelaki itu menyengkram erat kedua bongkah padat pantat
istriku yang masih bergerak naik turun, perlahan namun pasti.
Makin
lama kulihat gerakan Lena makin kuat dan sedikit dipercepat. Wajahnya
pun berubah jadi lebih liar dan agak memerah. Dadanya yang padat
membusung makin dibusungkan dengan tengadahnya kepalanya ke belakang.
Remasan pada pantat lelaki itu makin kuat dan sekarang ia menghisap jari
tengah kirinya sendiri. Lena bergerak makin cepat, makin mantap..
Kepalanya semakin jauh terlempar ke belakang.. Hisapan pada jarinya
semakin kuat.. Cengkraman pada pantatnya semakin menjadi-jadi.. Dan..
Tiba-tiba pinggulnya berhenti bergerak naik-turun. Terlihat pantat dan
selangkangannya berkedutan diatas selangkangan lelaki itu, sambil
bibirnya dengan liar mengulum bibir lelaki tersebut yang terlihat agak
shock dengan itu semua. Lalu dengan perlahan cengkraman mereka
mengendur, namun masih berciuman panjang dan mesra.
Lena, istriku
yang sangat kucintai, milikku seorang, mencapai orgasme dengan lelaki
lain di lantai dansa sebuah Nite Club dengan disaksikan oleh setidaknya
12 orang. Lima di meja seberang, dan tujuh di meja kami. Hatiku terasa
sangat kacau, antara kaget, bingung dan napsu bercampur menjadi satu.
Kuperhatikan
Lena berbisik lagi kepada lelaki itu, Si lelaki mengangguk, tersenyum,
mencium pipinya. Istriku lalu kembali berjalan pelan ke arah kami. Tanpa
berkata apapun ia lalu duduk bersebrangan denganku tepat di samping
Poppy, lalu meletakan kepalanya di bahu gadis itu sambil menyender di
sofa panjang tempat duduknya. Tak berapa lama, ia tertidur.
Tak
ada satupun dari teman-temanku yang berani memandangku, kecuali Carol
yang memandangku dengan dingin sekali namun menyelidik. Aku tidak tahu
apa arti pandangannya itu. Yang jelas, aku mencoba sekuat tenaga seakan
tak tahu apa yang terjadi barusan, walaupun cukup jelas terlihat ada
noda basah di gaun Lena, tepat didepan selangkangannya.
“Pop,
tolong dong bangunin Lena. Kasihan dia kayaknya capek banget. Kita
duluan ya!” begitu rokokku selesai kuhisap, kuminta Poppy untuk
membangunkan Lena, memberinya minum segelas air putih dingin, dan aku
menggandengnya pulang setelah say goodbye pada kawan-kawanku. Tak
sepatah katapun keluar dari mulut istriku.
*****
“Are you OK, babe?” tanyaku pada Lena, tanpa menoleh, dalam perjalanan pulang kami di dalam mobil.
Mobil
ini adalah sebuah BMW seri 5 terbaru yang merupakan hasil kerja kerasku
sendiri. This car is a testament to my success, and I’m so proud of it.
“No.” ujarnya lirih. Lho, ternyata ada air mata di kedua pipinya.
“Maafin aku, sayang.. Aku keterlaluan..” tangisnya mulai keras dan terisak-isak.
“That was very wrong, I was so drunk and I am so sorry it happened.” dengan terbata-bata istriku berkata.
“It’s fine, babe. Aku sekarang hanya mau dengar dari kamu sendiri,
dengan detail, apa yang terjadi tadi di sana?” kupertegas suaraku.
“I want you to be honest with me, and I will forget it all”.
Lena
menunduk sambil masih terisak pelan. Diam seribu bahasa. Sampai
akhirnya kami tiba di rumah. Kutekan klakson mobilku pendek-pendek dua
kali, dan beberapa detik kemudian pembantu rumah tangga kami terlihat
tergopoh-gopoh keluar sambil masih mengantuk. Kulirik jam di mobilku. Pk
2:52 dini hari, nggak heran kalau dia ngantuk.
Setibanya di kamar
tidur, kubuka pakaianku satu persatu, lalu masuk ke kamar mandi yang
terletak di dalam kamar. Lena menyusul tak lama kemudian, pada saat aku
sedang menyabuni tubuhku. Penisku terasa menegang melihat tubuh
telanjang istriku sambil masih terbayang permainannya tadi di Club.
Aku
terbayang betapa erotisnya mereka bergoyang dan betapa air maniku juga
hampir menyembur tatkala Lena mencapai orgasme. Hentakan dan kedutan
pinggulnya yang liar saat dia mencapai puncak birahinya terus
menari-nari di kepalaku membuatku tak sadar mengelus sendiri penisku
yang 22 cm sudah sangat tegang.
Lena terperangah melihat ulahku
itu. Lalu dia mulai mengerti dan tersenyum penuh arti. Dia mendekatiku
dan melekatkan payudara montoknya ke punggungku.
“So, that was a
turn-on for you, eh?” sambil berkata begitu tangannya mengusap pundakku,
terus turun ke lenganku dan bergerak ke arah selangkanganku.
Sampai
di sana, tangannya mengambil alih kegiatan tanganku yang sedang
mengelus penisku turun naik. Merinding aku dibuatnya, pinggulku sedikit
tersentak, dan napasku jadi tertahan. Kepala penisku yang keunguan dan
sudah mengeluarkan “pre-cum”nya jadi semakin licin dan nikmat terasa
dengan adanya sabun yang dibalurkan istriku.
“Kalau digituin terus, aku bakalan keluar, sayang.” kataku setengah berbisik.
“Kamu seksi sekali tadi. Did you cum on the dance floor?”
“Ehmm.. What do you think?” Lena terus mengocok pelan penisku.
Kurasakan air maniku akan segera menyembur. Aku yakin Lena juga
merasakannya.
“Sayang, kontol kamu rasanya udah gede banget dan
anget. Are you cumming, baby?” Namun begitu Lena malah makin perlahan
mengocoknya, dan genggamannya diperlonggar.
Jarinya tiba-tiba
menekan pangkal penisku untuk menahan gelombang air mani yang akan
segera meluap. Aku jadi blingsatan dibuatnya.
“Aduh, aku udah hampir sampai tuh, tadi.” Aku protes sambil mencoba mengocok sendiri penisku. Tapi tanganku dipegangnya.
“Eit, kamu nggak boleh ngocok sendiri. Sabar dong, sayang. Let’s finish
up and go to bed.” Sambil mengecup bibirku ringan, Lena bergegas mandi
dan setelah selesai mengeringkan rambut dan tubuhnya. Ia lalu masuk ke
dalam selimut dengan tubuh polos. Aku mengikutinya dengan semangat di
sebelah kanannya.
Dengan lembut Lena mengelus penisku yang sudah
agak melemah di dalam selimut. Penisku tiba-tiba bangkit kembali dan
berdiri dengan tegar. Lena lalu mulai mengocok penisku lagi sambil
menghisap dan menjilati puting kiriku. Cairan dari penisku sanaget
nikmat dijadikan pelumas oleh istriku. Kurasakan juga kedua biji pelirku
dielus dan sedikit diremasnya. Benar-benar gelisah aku dibuatnya.
“Aku
bilang sama Adam bahwa dia ganteng, dan aku pingin joget sama dia.”
Tanpa ba-bi-bu Lena mulai bercerita. Ternyata lelaki itu bernama Adam.
“Dia OK aja, lalu kugandeng dia turun.” Suaranya mendesah dan setengah berbisik.
Daun telingaku dan leherku diciumi dan dijilatinya lembut. Penisku kurasakan makin tegang dan benar-benar mulai membasah.
“Waktu
sedang asik-asiknya berjoget, aku ngerasa tangannya kok jadi berani dan
mengelus-elus pantatku. Tapi aku diamkan saja, karena kupikir, ‘Let’s
play the game’. Terus terang aku jadi horny digitukan.” Demikian cetus
Lena sambil jilatannya mulai turun ke dada dan perutku.
Agak geli rasanya saat perutku dijilatnya, tapi tak lama karena lalu kepala penisku jadi sasarannya.
“Aahh..” setengah berteriak aku merasakan kehangatan mulut istriku yang menjilati dan mulai mengulum kepala penisku.
“Masukkan sampai dalam, sayang.. Oohh.. Hisap, sayang.. Eemmhh..
Eemmhh.. Aahh..” aku mulai meracau merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Mendadak Lena melepaskan penisku dari mulutnya, lalu meludahi kepalanya sedikit sambil terus mengocoknya pelan dan berkata.
“Adam
membisikiku katanya ‘kamu seksi sekali. Saya suka wanita yang memakai
G-string. Very sexy!’ Aku tertawa saja mendengarnya, tapi senang juga
dipuji begitu.”
Tangannya membuat gerakan seperti memelintir
naik-turun penisku dan menggenggamnya agak keras, membuatku
mendelik-delik keenakan.
“Aku bilang juga sama dia, ‘kamu juga
macho banget sih, bikin aku horny aja’. Suaraku kubuat seseksi mungkin
supaya dia makin berani.”
Setelah berkata begitu, lagi-lagi penisku jadi sasaran hisapan mulutnya dan jilatan lidahnya. Ohh, nikmatnya tidak terkira.
“Terus
terang memekku basah sekali waktu itu. Apalagi waktu kita
bergerak-gerak memutar. Aku bisa ngerasin kontolnya Adam menekan
clit-ku. Aku jadi sadar kalau dia juga pasti merasakan juga clit-ku di
kontolnya. It makes me so horny..” Kulihat jari istriku bermain di
kelentitnya dalam posisi menungging. Seksi sekali. Bau kewanitaannya
mulai menusuk hidungku dan menambah birahiku.
Aku tak tahan lagi,
kurengkuh tubuh istriku, dan saat dia masih dalam posisi menungging,
kusodokan penisku perlahan ke dalam memeknya. Ahh.. Basah, hangat dan
terasa berdenyut lembut. Kukeluar-masukkan dengan mantap penisku sambil
kucengkram pinggulnya erat.
“Oohh, baby.. Fuck me.. Fuck me..
Oouughh.. Enak banget sayang..” Lena terengah-engah dalam birahinya yang
liar. Pinggulnya bergerak maju-mundur menambah dalam terobosan penisku
dengan sangat erotis.. Buah dadanya berguncang-guncang ke depan dan ke
belakang membuatku ingin menjamah dan meremasnya. Namun tanganku malah
bergerak ke kelentitnya dan mengosok-gosoknya lembut dengan jari
tengahku. Hal itu membuatnya makin berkelojotan.
“Shit.. Baby, aku
pingin keluar.. Ooughh.. Cepetin kontol kamu, sayang.. Oohh..” Lena
benar-benar mendekati puncak birahinya. Saat kepalanya menoleh kearahku,
kusambut & kukulum bibirnya dan kuhentikan gerakanku. Tangan kiriku
meremas buah dada kirinya dengan gemas.
“Kok stop, sayang? Ayo
dong, sayang..” Lena dengan gelisah berusaha memaju-mundurkan
pinggulnya, tapi kutahan dengan sekuat tenaga dengan mencengkram
pinggulnya. Tapi aku tetap membiarkan penisku di dalam vaginanya.
Kuperhatikan ada cairan putih kental di pangkal penisku yang adalah
cairan birahi istriku yang sudah membanjir.
“Continue your story
atau aku akan berhenti di sini.” Sambil berkata begitu, aku terus
mengosok-gosok kelentitnya pelan untuk membuatnya makin bernapsu.
Kuremas lembut buah dadanya dan kumainkan pentilnya yang sudah sangat
keras. Kurasakan vaginanya berdenyut pelan beberapa kali.
“Waktu
sudah beberapa saat kontol menekan memekku, aku tahu kalau aku nggak
akan berhenti sampai aku orgasme. Enak sekali soalnya.” Lena melanjutkan
ceritanya. Akupun mulai menggoyang pantatku lagi.
“Aku benar-benar nggak peduli lagi siapa yang ngelihat atau apa yang bakalan terjadi nantinya.”
“Lalu
aku putuskan untuk benar-benar mendapat orgasme. Ku cengkram pantatnya
supaya lebih mantap dan aku bergerak naik-turun karena dengan begitu aku
yakin bisa lebih cepat. Dan Adam mengerti yang aku mau kerena kurasakan
dia juga menyengkram pantatku dengan erat sehingga gesekannya sangat
terasa..” sambil bercerita Lena memaju-mundurkan pinggulnya menyambut
kontolku.
Aku lalu mencabut kontolku dan telentang di ranjang.
Lena mengerti maksudku dan dengan cepat menaiki tubuhku dan memasukkan
penisku ke dalam vaginanya yang sudah sangat basah. Cairan birahinya
terlihat meleleh di paha bagian dalamnya. Tubuhnya yang bergerakn
naik-turun-memutar mutar sangat seksi luar biasa dan aku merasa tidak
lama lagi akan menyemburkan air maniku di dalam vaginanya. Penisku
terasa demikian nikmat di dalam pijatan dan gesekan vagina istriku.
Kuremas kedua buah dadanya yang bergelayut manja dan bergoyang kekiri
dan kekanan.
“Benar aja, nggak lama kemudian aku ngerasa orgasmeku
udah makin dekat dan akupun semakin cepat ingin mencapainya.” Lena
melanjutkan ceritanya.
“Oouugghh.. Baby.. I’m cumming.. Oohh, I’m
gonna cum.. Yess.. Aagghh..!” Lena berteriak keras saat puncak
kenikmatan birahi menyergapnya.
Aku bergerak semakin cepat dan
liar. Kuremas pantatnya, dan kusodok-sodokkan penisku dengan cepat ke
dalam vaginanya yang berkedutan sangat kuat, berkali-kali.
“Yaahh..
Aagghh.. Oh fuck.. Aku juga mau keluar, sayaang.. Aahh.. Aarrgghh..!!
Dengan beberapa kali sodokan kuat dan cepat aku mencapai orgasmeku yang
tertunda begitu lama. Tubuhku terasa enteng dan melayang..
Kukeluar-masukkan terus penisku beberapa kali lagi sampai kurasakan
tuntas semburan air maniku. Vagina istriku berdenyut-denyut kuat
beberapa kali menambah indah orgasme kami.
Lena ambruk di atas
tubuhku. Hanya napas terengah kami berdua yang terdengar bersahutan.
Tubuh kami terasa licin oleh keringat yang membanjir. Kuelus-elus lembut
punggung dan pantat telanjang istriku, sambil kucium kepalanya. Buah
dadanya naik-turun seirama dengan napasnya terasa lembut di atas dadaku.
Amat
nikmat permainan seks kami kali ini. Mungkin aku akan membuat
tantangan-tantangan baru untuk istriku lagi nanti. Hmm.. But it’s a
different story!